SUKU KOROWAI
Suku
Korowai adalah suku yang baru ditemukan keberadannya sekitar 30 tahun yang lalu
di pedalaman Papua, dengan Populasi sekitar 3000 orang, dan hingga kini menjadi
suku yang jauh dari kehidupan modern. Wilayah suku ini di kabupaten Mappi, Papua
Selatan.Ssuku Korowai hidup di rumah yang dibangun di atas pohon atau biasa di
sebut di rumah pohon, beberapa di antara rumah yang lain bahkan mencapai
ketinggian 80 meter di atas permukaan tanah.
Ada
beberapa alasan mengapa mereka membuat rumah sangat tinggi dari atas tanah.
Pertama
memang menghindari dari serangan atau ancaman musuh
Kedua
biasanya juga untuk strategi berburu, karena dapat dengan leluasa mengontrol
babi hutan yang berkeliaran di bawah dekat rumah mereka, Jadi bila ada
binantang buruan mendekat tinggal menbidikan busur panahnya saja. Dan ketiga
alasan lain, tentu saja karena adat yang telah lama turun menurun hingga merasa
menjadi value tersendiri bagi mereka
Walau
hanya menggunakan sebatang pohon kecil yang sederhana, tidak ada masalah bagi
mereka ( kakek, nenek, anak kecil, ibu hamil atau Ibu menggendong bayi) untuk
naik turun ke rumah mereka.
Bahasa,
Alat, dan Pakaian
Bahasa
yang di gunakan suku korowai termasuk dalam keluarga Awyu-Dumut (Papua
tenggara) dan merupakan bagian dari filum Trans-Nugini. Sebuah tata bahasa dan
kamus telah diproduksi oleh ahli bahasa misionaris Belanda.
Dalam keseharian, masyarakat berkulit gelap ini hanya mengenakan pakaian
dari dedaunan serta memiliki berbagai macam bentuk senjata seperti kapak batu dan
tombak. Hal ini disesuaikan dengan apa yang akan mereka buru. Misalkan, tombak
khusus untuk membunuh manusia, babi hutan dan menebang sagu.
Kebiasaan
dan Adat
Selain gemar memakan daging manusia, disetiap harinya
mereka hidup dengan memakan berbagai macam hasil alam, seperti sagu, pisang,
palem, pakis, dan hewan-hewan yang bisa diburu. Selain mengonsumsi hewan-hewan
buruan seperti burung kasuari, ular, kadal, rusa, atau babi hutan, masyarakat
suku Korowai juga memakan larva kumbang.
Masyarakat Korowai tidak mengonsumsi daging manusia secara sembarangan.
Berdasarkan kepercayaan yang mereka anut, suku Korowai hanya membunuh manusia
yang dianggap melanggar aturan dalam kepercayaan mereka. Salah satunya jika
salah seorang warga diketahui sebagai tukang sihir atau khuakhua.
Warga yang dicurigai sebagai khuakhua akan diadili. Jika banyak bukti dia
akan segera dibunuh dan dimakan. Anggota tubuh pelaku khuakhua yang telah
dihukum mati akan dibagi-bagikan pada semua anggota suku. Sementara otaknya
akan dimakan selagi hangat. Orang yang ditugasi membunuh khuakhua adalah yang
berhak menyimpan tengkoraknya.
Kebiasaan membunuh dan memakan daging manusia adalah bagian dari sistem
peradilan pidana mereka. Setelah mereka memakan habis tubuh khuakhua, mereka
akan memukul-mukul dinding rumah tinggi mereka dengan kayu sambil bernyanyi
semalaman.
Dalam ada keseharian, babi digunakan sebagai alat tukar. Misalnya dalam
penyelesaian sengketa antara keluarga dan juga dikorbankan dalam sebuah upacara
adat dengan membiarkan darahnya mengalir kedalam sungai sebagai korban pemujaan
untuk Dewa mereka. Babi dianggap sebagai hewan yang tepat sebagai persembahan
roh-roh leluhur. Pesta adat yang lebih baik menurut orang-orang dari luar suku
Korowai, dari pada memakan manusia adalah pesta makan Sagu dan Larva.
Kekerabatan
Kebanggaan
akan banyaknya jumlah anggota suku menjadi kebanggaan tersendiri, sehinggga banyak
istri dan anak menjadi nilai tersendiri dalam sistem sosial korowai. Yang
menarik memilih istri-istri baru, bukan karena kecantikannya, tetapi karena
keterampilan mencari bahan makanan atau keahlian hidup lainya yang menyebabkan
seorang lelaki menjatuhkan pilihan kepada seorang wanita untuk di kawininya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar