Senin, 12 Januari 2015

Suku Korowai




SUKU KOROWAI

Suku Korowai adalah suku yang baru ditemukan keberadannya sekitar 30 tahun yang lalu di pedalaman Papua, dengan Populasi sekitar 3000 orang, dan hingga kini menjadi suku yang jauh dari kehidupan modern. Wilayah suku ini di kabupaten Mappi, Papua Selatan.Ssuku Korowai hidup di rumah yang dibangun di atas pohon atau biasa di sebut di rumah pohon, beberapa di antara rumah yang lain bahkan mencapai ketinggian 80 meter di atas permukaan tanah.
Ada beberapa alasan mengapa mereka membuat rumah sangat tinggi dari atas tanah.
Pertama memang menghindari dari serangan atau ancaman musuh
Kedua biasanya juga untuk strategi berburu, karena dapat dengan leluasa mengontrol babi hutan yang berkeliaran di bawah dekat rumah mereka, Jadi bila ada binantang buruan mendekat tinggal menbidikan busur panahnya saja. Dan ketiga alasan lain, tentu saja karena adat yang telah lama turun menurun hingga merasa menjadi value tersendiri bagi mereka
Walau hanya menggunakan sebatang pohon kecil yang sederhana, tidak ada masalah bagi mereka ( kakek, nenek, anak kecil, ibu hamil atau Ibu menggendong bayi) untuk naik turun ke rumah mereka.

Bahasa, Alat, dan Pakaian

Bahasa yang di gunakan suku korowai termasuk dalam keluarga Awyu-Dumut (Papua tenggara) dan merupakan bagian dari filum Trans-Nugini. Sebuah tata bahasa dan kamus telah diproduksi oleh ahli bahasa misionaris Belanda.
Dalam keseharian, masyarakat berkulit gelap ini hanya mengenakan pakaian dari dedaunan serta memiliki berbagai macam bentuk senjata seperti kapak batu dan tombak. Hal ini disesuaikan dengan apa yang akan mereka buru. Misalkan, tombak khusus untuk membunuh manusia, babi hutan dan menebang sagu.

Kebiasaan dan Adat

Selain gemar memakan daging manusia, disetiap harinya mereka hidup dengan memakan berbagai macam hasil alam, seperti sagu, pisang, palem, pakis, dan hewan-hewan yang bisa diburu. Selain mengonsumsi hewan-hewan buruan seperti burung kasuari, ular, kadal, rusa, atau babi hutan, masyarakat suku Korowai juga memakan larva kumbang.
Masyarakat Korowai tidak mengonsumsi daging manusia secara sembarangan. Berdasarkan kepercayaan yang mereka anut, suku Korowai hanya membunuh manusia yang dianggap melanggar aturan dalam kepercayaan mereka. Salah satunya jika salah seorang warga diketahui sebagai tukang sihir atau khuakhua.
Warga yang dicurigai sebagai khuakhua akan diadili. Jika banyak bukti dia akan segera dibunuh dan dimakan. Anggota tubuh pelaku khuakhua yang telah dihukum mati akan dibagi-bagikan pada semua anggota suku. Sementara otaknya akan dimakan selagi hangat. Orang yang ditugasi membunuh khuakhua adalah yang berhak menyimpan tengkoraknya.

Kebiasaan membunuh dan memakan daging manusia adalah bagian dari sistem peradilan pidana mereka. Setelah mereka memakan habis tubuh khuakhua, mereka akan memukul-mukul dinding rumah tinggi mereka dengan kayu sambil bernyanyi semalaman.

Dalam ada keseharian, babi digunakan sebagai alat tukar. Misalnya dalam penyelesaian sengketa antara keluarga dan juga dikorbankan dalam sebuah upacara adat dengan membiarkan darahnya mengalir kedalam sungai sebagai korban pemujaan untuk Dewa mereka. Babi dianggap sebagai hewan yang tepat sebagai persembahan roh-roh leluhur. Pesta adat yang lebih baik menurut orang-orang dari luar suku Korowai, dari pada memakan manusia adalah pesta makan Sagu dan Larva.

Kekerabatan

Kebanggaan akan banyaknya jumlah anggota suku menjadi kebanggaan tersendiri, sehinggga banyak istri dan anak menjadi nilai tersendiri dalam sistem sosial korowai. Yang menarik memilih istri-istri baru, bukan karena kecantikannya, tetapi karena keterampilan mencari bahan makanan atau keahlian hidup lainya yang menyebabkan seorang lelaki menjatuhkan pilihan kepada seorang wanita untuk di kawininya.

Description: C:\Users\Arip\Documents\dyrmnn.jpg  Description: C:\Users\Arip\Documents\zj77l1.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar