(Kritik Terhadap Pendidikan Berbasis Dunia Kerja)
Nanang Wijaya, S.Sos
Nanang Wijaya, S.Sos
A. WAJAH AWAL
PENDIDIKAN (Sebuah Pendahuluan)
Pendidikan secara umum
dapat dipahami sebagai proses pendewasaan sosial manusia menuju pada tataran
ideal. Makna yang terkandung di dalamnya menyangkut tujuan memelihara dan
mengembangkan fitrah serta potensi atau sumber daya insani menuju terbentuknya
manusia seutuhnya (Insan kamil). Benjamin Bloom mengatakan ada tiga fungsi
pendidikan yang kemudian disebutnya sebagai taksonomi pendidikan yaitu (1)
fungsi afektif ; untuk membentuk watak, sikap dan moralitas yang luhur
(affective domain) (2). Fungsi kognitif ; Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
(cognitive domain) (3). Fungsi Psikomotorik ; untuk melatih keterampilan
(psychomotorik domain). Dan ketiga aspek merupakan tolak ukur keberhasilan
pendidikan pada anak didik. Merupakan ketimpangan pendidikan jika hanya satu
yang menonjol dari ketiga fungsi pada anak didik.
Memaknai 3 fungsi
diatas maka sesungguhnya pendidikan berbicara mengenai penanaman kecakapan
hidup (life skill) yang didalamnya terdapat kecakapan akademik kognitif,
kecakapan afektif (emosional, sosial dan spritual) serta kecakapan psikomotorik,
meminjam rumusan UNESCO – pendidikan meliputi ; (1) kecakapan untuk berpikir
dan mengetahui (learning how to think). (2) kecakapan untuk bertindak (learning
how to do). (3). kecakapan (individual) untuk hidup (learning how to be). (4).
kecakapan untuk belajar (learning how to learn) dan (5) kecakapan untuk hidup
bersama (learning how to life together). Kecakapan-kecakapan itulah yang
kemudian dipergunakan untuk menjalankan hidup secara layak dan manusiawi.
Secara sederhana sesungguhnya tujuan utama pendidikan adalah memanusiakan
manusia (mengerti atas dirinya, lingkungan dan tujuan hidupnya) bukan
pendidikan untuk mencari pekerjaan.
Poulo Freire
mengatakan bahwa pendidakan haruslah berorientasi pada pengenalan terhadap
realitas dunia dan diri manusia itu sendiri. Seorang manusia yang tidak
mengenal realitas dunia dan dirinya sendiri, tidak akan sanggup mengenali apa
yang ia butuhkan, apa yang akan dia lakukan dan apa yang ingin dia capai.
Pendidikan haruslah menjadi proses pemerdekaan, pembebasan dan kekuatan
penggugah (subversive force) untuk melakukan perubahan dan pembaharuan. Maka
diharapakan output dari pendidkan adalah manusia-manusia yang memiliki
kesadaran kritis atas konstalasi social dimana dia hidup dan mampu melakukan
perubahan atas situasi social yang cenderung merugikan. Output pendidikan
adalah sosok pembaharu, pengubah, pemimpin, teladan dan kreatif.
Untuk mencapai hal
tersebut maka pendidikan haruslah diselenggarakan dengan berorientasi pada
pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai
kecakapan hidup dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Alih-alih mendapatkan
sosok out put pendidikan yang ideal, ternyata tiap hari kita disuguhkan dengan
berita-berita tentang prilaku-prilaku anak bangsa yang mengaku berpendidikan
yang sangat tidak bermoral. Korupsi, narkoba, pembunuhan, penculikan, tawuran
massa dan prilaku kriminal lainnya seolah-olah telah menjadi wajah bangsa ini.
Justru yang kita lihat sehari-hari adalah sosok kriminal, pecundang dengan
mental yang sangat rendah. Maka patutlah kita bertanya : ADA APA DENGAN
PENDIDIKAN NEGERI INI ?
B. PERUBAHAN PARADIGMA
MASYARAKAT ATAS PENDIDIKAN
Kapitalisme dan
materialisme adalah anak kandung dari moderinisasi, sehingga ketika modernisasi
menjamah seluruh lapisan masyarakat. Maka mau tidak mau, kapitalisme dan materialisme
juga ikut mempengaruhi pola pikir masyarakat. Akibat perubahan pola pikir ini
terjadi perubahan yang sangat radikal atas cara pandang masyarakat terhadap
pendidikan saat ini. Cita-cita luhur pendidikan yang begitu luhur saat ini
telah terabaikan oleh masyarakat. Keinginan untuk melahirkan pribadi-pribadi
yang memiliki kecerdasan emosional/spritual, kecerdasan intelektual serta
memiliki keterampilan tereduksi sedemikian rendanya. Pendidikan pada akhirnya
dilihat oleh masyarakat dari cara pandang materialisme dan kapitalisme.
Indikator yang dapat
terbaca pada masyarakat adalah motivasi masyarakat untuk mengikuti pendidikan.
Motivasi tersebut tereduksi pada motif untuk mendapatkan pekerjaan yang layak
dengan orientasi penghasilan, bukan lagi berorientasi pengetahuan, kecerdasan
dan kesadaran. Saat ini orang masuk sekolah karena ingin dapat pekerjaan yang
menghasilkan.
PENGETAHUAN
PESERTA DIDIK —- SEKOLAH —- KECERDASAN —–PERUBAHAN SOSIAL
KESADARAN
PESERTA DIDIK —- SEKOLAH —- KECERDASAN —–PERUBAHAN SOSIAL
KESADARAN
PESERTA DIDIK
————–SEKOLAH ————-IJAZAH ———-PEKERJAAN
Akibatnya sekolah
adalah tempat untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah adalah syarat utama untuk
mendapatkan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada sikap dan prilaku baik
masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan
ijazah. Tradisi menyontek, plagiat, menyuap, membayar ijazah, membayar skripsi,
dll lahir dari paradigma materialisme ini.
AWALNYA SEKOLAH ADALAH
TEMPAT MENUNTUT ILMU
SEKARANG SEKOLAH ADALAH TEMPAT MENDAPAT IJAZAH
Cara pandang ini juga berpengaruh pada pemilihan masyarakat terhadap jurusan-jurusan (program) studi yang diminati atau yang dipilih. Program studi yang dianggap berhubungan dengan dunia industrilah yang banyak dipilih, seperti tekhnik, kedokteran, komputer, dll. Sementara program-program studi ilmu humainora menjadi jarang untuk dipilih. Untuk tingkat SMU, jurusan IPA menjadi kebanggan seolah-olah menrupakan jaminan masa depan.
SEKARANG SEKOLAH ADALAH TEMPAT MENDAPAT IJAZAH
Cara pandang ini juga berpengaruh pada pemilihan masyarakat terhadap jurusan-jurusan (program) studi yang diminati atau yang dipilih. Program studi yang dianggap berhubungan dengan dunia industrilah yang banyak dipilih, seperti tekhnik, kedokteran, komputer, dll. Sementara program-program studi ilmu humainora menjadi jarang untuk dipilih. Untuk tingkat SMU, jurusan IPA menjadi kebanggan seolah-olah menrupakan jaminan masa depan.
Sehingga saat ini kita
akan kesulitan untuk menemukan output pendidikan yang benar-banar memiliki
kesadaran atas arti pentingnya pengetahuan yang memiliki kesadaran kritis atas
realitas, yang memiliki kepekaan humanity dan rasa solidaritas yang tinggi.
Yang ada adalah uotput yang memiliki sikap individual yang tinggi, tidak matang
dalam pengetahuan dan tidak memahami makna hidup. Dan sekarang output seperti
inilah yang banyak mengelolah negara ini.
C. HEGEMONI
KAPITALISME ATAS PENDIDIKAN
Mengikuti teori Francis Fukuyama yang memprolamirkan kemerdekaan kapitalisme atas didologi apapun, maka kenyataannya kapitalisme telah menghegemoni dunia pendidikan kita. Hal ini dapat dilihat dari proses industrialisasi pendidikan kita. Proses industrialisasi pendidikan dapat dilihat/dipahami dalam dua pengertian, yaitu ; (1). Pendidikan yang dijadikan layaknya industri yang menghasilkan uang dan keuntungan yang berlipat-lipat. (2). Sistem pendidikan yang diformat sedemikan rupa (oleh skenario kapitalisme) untuk menyiapkan peserta didik agar mampu beradaptasi dengan dunia industri-kapitalis.
Mengikuti teori Francis Fukuyama yang memprolamirkan kemerdekaan kapitalisme atas didologi apapun, maka kenyataannya kapitalisme telah menghegemoni dunia pendidikan kita. Hal ini dapat dilihat dari proses industrialisasi pendidikan kita. Proses industrialisasi pendidikan dapat dilihat/dipahami dalam dua pengertian, yaitu ; (1). Pendidikan yang dijadikan layaknya industri yang menghasilkan uang dan keuntungan yang berlipat-lipat. (2). Sistem pendidikan yang diformat sedemikan rupa (oleh skenario kapitalisme) untuk menyiapkan peserta didik agar mampu beradaptasi dengan dunia industri-kapitalis.
Peter McLaren
mengatakan, dalam dunia kapitalisme, sekolah adalah bagian dari industri, sebab
sekolah adalah penyedia tenaga kerja/buruh bagi industri. Ada tiga pengaruh
kapitalisme terhadap sekolah, yaitu (1). Hubungan antara kapitalisme dan
pendidikan telah mengakibatkan praktek-praktek sekolah yang cenderung mengarah
kepada kontrol ekonomi oleh kaum elit. (2). Hubungan anatar kapitalisme dan
ilmu telah menjadikan tujuan ilmu pengetahuan sebatas mengejar keuntungan. (3).
Perkawinan antara kapitalisme dengan pendidikan serta kapitalisme dan ilmu
telah menciptakan pondasi bagi ilmu pendidikan yang menekankan nilai-nilai
material dengan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan martabat
manusia. Pada akhirnya peserta didik dalam dunia pendidikan kita kehilangan
senstifitas kemanusiaan digantikan dengan kalkulasi kehidupan materialisme.
Sekolah-sekolah
terkooptasi oleh mekanisme industri dan bisnis, dimana sekolah menjadi
instrumen produksi ekonomi. Mau tidak mua, kurikulum pendidikan juga ikut
terpengaruh, misalnya dalam hal menentukan ilmu pengetahuan mana saja yang
perlu dipelajari oleh peserta didik, yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia
industri. Maka terciptalan kurikulum yang sepenuhnya berwatk kapitalistik.
Indikator yang dapat kita lihat adalah sedikitnya jam pelajar untuk ilmu-ilmu
humaniora dan moral dibandingkan dengan pelajaran lainnya.
AWALNYA : SEKOLAH
—————- MANUSIA SEUTUHNYA
SEKARANG : SEKOLAH —————- TENAGA KERJA UNTUK INDUSTRI
SEKARANG : SEKOLAH —————- TENAGA KERJA UNTUK INDUSTRI
Pada filosofi seperti
inilah lahir PENDIDIKAN BERBASIS DUNIA KERJA.
Pertanyaannya adalah
apakah kita harus menolak Pendidikan berbasis dunia kerja ???
Sementara realitas telah menuntut kita untuk seperti itu, ketika kita menolak bukankah realitas akan meninggalkan kita. Pertanyaan ini dijawab oleh tiga paradigma pendidikan dengan jawaban yang berbeda.
D. TIGA PARADIGMA PENDIDIKAN
1. Paradigma Konservatif, akan menerima keadaan apa adanya dan menyesuaikan diri dengan tuntutan realitas tanpa mempertanyakan apapun. Dan mayoritas masyarakat
2. Paradigma Liberal/Demorkat, akan mengubah beberapa tuntutan realitas dan sedikit menyesuaikan diri.
3. Paradigma Kritis, dengan cara mengubah realitas yang dianggap menindas dan merugikan dan tidak sesuai dengan filosofi pendidikan. Pendekatan ini bertujuan untuk melakukan pembaharuan dan perubahan yang mendasar (revolusioner) dimasyarakat, dengan melakukan penentangan terhadap ketidakadilan, ketimpangan dan sistem yang menindas, melalui proses penyadaran kritis yang mencerahkan dan membebaskan.
E. CARUT MARUT PENDIDIKAN NASIONAL
Terlepas perdebatan atas pendidikan berbasis dunia kerja. Kita tidak boleh melupakan kondisi-kondisi lain dari pendidikan kita.
1. Anggaran pendidikan yang belum memenuhi kewajiban kenstitusinya. Bangsa ini ternyata belmu memeliki kesadaran atas pentingnya pendidikan, sehingga lebih mengutamakan kepentingan-kepentingan yang lain dibandingkan dunia pendidikan. Celakanya lagi, bahwa anggaran pendidikan (yang sedikit itu) di korup di sana-sini. Sehingga Departemen Pendidikan Nasional tergolong instansi terkorup oleh BPK
2. Kesejahteraan Guru (Pendidik) yang masih jauh dari harapan. Dimana penghasilan setiap pendidik masih jauh dari pemenuhan kebutuhan kehidupannya. Akibatnya, konsentrasi dan kesiapan dalam proses belajar mengajar terganggu dan tidak matang. Guru memang bukanlah profesi yang menjanjikan secara materi kecuali sekedar gelar ”pahlawan tanpa tanda jasa”. Tingkat kesejahteraan yang rindah inilah memaksa para guru untuk mencari penghasilan diluar penghasilan sebagai guru untuk menutupi kekurangan kebutuhannya, yang akhirnya akan menggangu proses belajar-mengajar di sekolah.
3. Fasilitas pendidikan sangat minim dan sangat diskriminatif, dimana terdapat perbedaan yang sangat mencolok kepemilikan fasilitas pendidikan dibeberapa sekolah, akibatnya output yangdihasilkan pun sangat terpengaruh. Sehingga kita masih banyak temukan gedung-gedung sekolah yang hampir ambruk, gedung sekolah yang masih berdinding papan atau berlantai tanah, sekolah yang tidak memiliki perpustakaan (kalau pun ada, isinya adalah buku-buku lama). Sekolah yang tidak memiliki laboratorium
Sementara realitas telah menuntut kita untuk seperti itu, ketika kita menolak bukankah realitas akan meninggalkan kita. Pertanyaan ini dijawab oleh tiga paradigma pendidikan dengan jawaban yang berbeda.
D. TIGA PARADIGMA PENDIDIKAN
1. Paradigma Konservatif, akan menerima keadaan apa adanya dan menyesuaikan diri dengan tuntutan realitas tanpa mempertanyakan apapun. Dan mayoritas masyarakat
2. Paradigma Liberal/Demorkat, akan mengubah beberapa tuntutan realitas dan sedikit menyesuaikan diri.
3. Paradigma Kritis, dengan cara mengubah realitas yang dianggap menindas dan merugikan dan tidak sesuai dengan filosofi pendidikan. Pendekatan ini bertujuan untuk melakukan pembaharuan dan perubahan yang mendasar (revolusioner) dimasyarakat, dengan melakukan penentangan terhadap ketidakadilan, ketimpangan dan sistem yang menindas, melalui proses penyadaran kritis yang mencerahkan dan membebaskan.
E. CARUT MARUT PENDIDIKAN NASIONAL
Terlepas perdebatan atas pendidikan berbasis dunia kerja. Kita tidak boleh melupakan kondisi-kondisi lain dari pendidikan kita.
1. Anggaran pendidikan yang belum memenuhi kewajiban kenstitusinya. Bangsa ini ternyata belmu memeliki kesadaran atas pentingnya pendidikan, sehingga lebih mengutamakan kepentingan-kepentingan yang lain dibandingkan dunia pendidikan. Celakanya lagi, bahwa anggaran pendidikan (yang sedikit itu) di korup di sana-sini. Sehingga Departemen Pendidikan Nasional tergolong instansi terkorup oleh BPK
2. Kesejahteraan Guru (Pendidik) yang masih jauh dari harapan. Dimana penghasilan setiap pendidik masih jauh dari pemenuhan kebutuhan kehidupannya. Akibatnya, konsentrasi dan kesiapan dalam proses belajar mengajar terganggu dan tidak matang. Guru memang bukanlah profesi yang menjanjikan secara materi kecuali sekedar gelar ”pahlawan tanpa tanda jasa”. Tingkat kesejahteraan yang rindah inilah memaksa para guru untuk mencari penghasilan diluar penghasilan sebagai guru untuk menutupi kekurangan kebutuhannya, yang akhirnya akan menggangu proses belajar-mengajar di sekolah.
3. Fasilitas pendidikan sangat minim dan sangat diskriminatif, dimana terdapat perbedaan yang sangat mencolok kepemilikan fasilitas pendidikan dibeberapa sekolah, akibatnya output yangdihasilkan pun sangat terpengaruh. Sehingga kita masih banyak temukan gedung-gedung sekolah yang hampir ambruk, gedung sekolah yang masih berdinding papan atau berlantai tanah, sekolah yang tidak memiliki perpustakaan (kalau pun ada, isinya adalah buku-buku lama). Sekolah yang tidak memiliki laboratorium
F. PENUTUP
Bangsa ini akan maju jika pengelolaan pendidikannya dikelolah secar benar. Sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki bangsa ini begitu banyak. Dan semuanya menunggu dari pengelolaan pendidikan yang tepat. Sehingga SDA dan SDM tersebut dapat mensejahterakan masyarakat bangsa ini. Termasuk Daerah Sulawesi Tengah sebenranya memiliki SDA dan SDM yang cukup banyak dan beragam.
Bangsa ini akan maju jika pengelolaan pendidikannya dikelolah secar benar. Sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki bangsa ini begitu banyak. Dan semuanya menunggu dari pengelolaan pendidikan yang tepat. Sehingga SDA dan SDM tersebut dapat mensejahterakan masyarakat bangsa ini. Termasuk Daerah Sulawesi Tengah sebenranya memiliki SDA dan SDM yang cukup banyak dan beragam.
Dibutuhkan model pendidikan revolusioner
(Peter McLaren & Paula Allman) dengan paradigma kritis yakni pola
pendidikan yang menekankan pengembangan danpenguatan kesadaran peserta didik
atas realitas sehingga mereka dapat menempatkan diri sebagai subyek dalam
realitas tidak sekedar obyek. Apalagi hanya sekedar tenaga kerja. Sebab yang
dibutuhkan sekarang adalah jiwa kepemimpinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar